Rabu, 05 Desember 2012
bansi
Bansi Bentuknya Pendek dan memiliki 7 lubang dan dapat memainkan lagu-lagu tradisional maupun modern karena memiliki nada standar. Dibandingkan dengan alat musik tiup lainnya, yang ditemukan di daerah Sumatera Barat, Bansi memiliki nada yang lebih lengkap. Hal ini dapat terjadi karena Bansi mempunyai jumlah lobang nada yang lebih banyak, yaitu 7 buah. Dengan demikian, Bansi dapat menyanyikan lagu-lagu baik yang bersifat tradisional maupun modern. Dilihat dari segi bentuknya, Bansi berukuran lebih pendek daripada Saluang. Panjangnya lebih kurang 33,5 – 36 cm dengan garis tengah antara 2,5—3 cm. Bansi juga terbuat dari talang (bambu tipis) atau sariak (sejenis bambu kecil yang tipis).
Alat musik Bansi ini mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dalam memainkannya, baik cara memainkannya / meniupnya maupun karena bentuknya yang panjang sehingga susah dijangkau jari.
Saluang (alat musik bambu asli dari indonesia)
Saluang adalah alat musik khas Minangkabau Sumatra Barat. Alat musik ini terbuat dari bambu talang yaitu bambu talang untuk jemuran ataupun bambu talang yang ditemukan hanyut di sungai. Kedua jenis bahan saluang tadilah yang diyakini masyarakat Minangkabau sebagai bahan yang paling bagus. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm.
Cara memainkan saluang ini yaitu dengan ditiup, akan tetapi dengan latihan khusus pemain saluang dapat memainkan saluang dengan ditiup dan saat menarik nafas. Sehingga bunyi taluang ini dapat dimainkan dari awal sampai akhir tanpa putus. Lagu-lagu dari saluang inipun memiliki ciri khas tersendiri dari berbagai daerah / nagari yang ada di Minangkabau. Ciri khas saluang tersebut diantaranya adalah ciri khas Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah.
Konon peniup saluang dahulu kala memiliki mantera / jampi khusus yang fungsinya akan menghipnotis penontonnya. Mantera ini disebut dengan Pitunang Nabi Daud.
Basek (bambu gesek)
Alat musik Basek yang dibuat dari bambu wulung ini diciptakan oleh Joko Suranto. Merupakan alat musik bambu yang dimainkan dengan digesek diciptakan oleh Seniman yang berasal dari Depok.
Joko telah menggeluti Basek ini sejak tahun 1996. Saat ini alat musik dengan panjang sekitar 75 cm tersebut telah memiliki empat model dengan aneka variasi guna menarik perhatian, baik sebagai benda seni maupun sebagai benda hias atau souvenir dari bahan bambu wulung. Hasil kreatifitas tersebut telah melalui uji coba dalam pentas di berbagai tempat dan acara. Aneka Jenis Musik dari klasik hingga pop dapat dimainkan oleh Joko dengan baik, dari irama lembut menyayat hingga cepat dan dinamis dalam berkolaborasi dengan alat musik guitar. Bambu Gesek memang mirip dengan alat musik Biola dan Rebab, memiliki tiga buah senar, dimainkan dengan cara menggesek, namun memiliki nada dasar yang berbeda dari keduanya, dan Basek berada di antara keduanya, sehingga suara dan nadanya mampu menyesuaikan kedua Alat Musik tersebut (biola dan rebab).
Genggong
Genggong merupakan kesenian khas
Kabupaten Subang Jawa Barat. Asal kata Genggong diambil dari sebuah nama rawa /
ranca Genggong. Sebenarnya kata genggong lebih menunjukan nama kesenian daerah
/ hiburan rakyat yang terdiri dari berbagai macam alat musik tradisional yang
sering dimainkan untuk menyambut hari-hari bersajarah seperti peringatan
kemerdekaan negara Republik Indonesia.
Genggong Subang terbuat dari bambu
Berbeda dengan kesenian Genggong di Jawa Barat, ternyata di provinsi Bali ada alat musik yang mempunyai kesamaan nama “Genggong”. Alat musik tradisional Bali ini terbuat dari pelepah enau yang dimainkan dengan cara mengulum (yanggem).
Genggong Bali terbuat dari pelepah enau
Berbeda dengan kesenian Genggong di Jawa Barat, ternyata di provinsi Bali ada alat musik yang mempunyai kesamaan nama “Genggong”. Alat musik tradisional Bali ini terbuat dari pelepah enau yang dimainkan dengan cara mengulum (yanggem).
Genggong Bali terbuat dari pelepah enau
gambang sunda (arumba - alunan rumpu bambu)
arumba bukanlah sebuah alat musik, akan tetapi merupakan perpaduan beberapa alat musik yg terbuat dari bambu seperti angklung,calung, dan gambang sunda. arumba yg merupakan kepanjangan dari alunan rumpun bambu (the rythm of bamboos) dikembangkan oleh udjo ngalagena pada tahun 1971.
alat musik yg dibuat arumba berasal dari bambu ini dapat dinikmati dan ditampilkan dari berbagai jenis musik tradisional,klasik bahkan musik-musik mancanegara seperti cha-cha dan musik latin.
alat musik yg dibuat arumba berasal dari bambu ini dapat dinikmati dan ditampilkan dari berbagai jenis musik tradisional,klasik bahkan musik-musik mancanegara seperti cha-cha dan musik latin.
Butak (bambu jitak)
Butak
(Bambu Jitak)
Alat musik ini
tergolong berusia muda karena baru diciptkan pada bulan Mei 2008 oleh seorang
warga Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Pulomerak Cilegon bernama Agus M Patria.
Butak merupakan
alat musik yang terbuat dari bambu, rami, rotan dan senar gitar listrik. Jenis
alat musik ini menimbulkan bunyi-bunyian merdu jika dimainkan. Caranya, senar
gitar listrik yang terbentang pada bambu dipukul-pukul menggunakan alat pemukul
yang terbuat dari kayu. Butak ini bisa untuk sebagai pendukung musik jazz,blues
dan lainnya. Dinamakan Butak dikarenakan cara memainkan alat musik ini dengan
cara dipukul / dijitak.
Rabu, 21 November 2012
Calung
Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan
prototipe (purwarupa) dari angklung.
Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh
calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas
(tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la).
Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu
hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang
berwarna putih).
Pengertian calung selain sebagai alat musik juga
melekat dengan sebutan seni pertunjukan. Ada dua bentuk calung Sunda yang
dikenal, yakni calung rantay dan calung jinjing.
Calung Rantay
Calung rantay bilah
tabungnya dideretkan dengan tali kulit waru (lulub) dari yang terbesar sampai
yang terkecil, jumlahnya 7 wilahan (7 ruas bambu) atau lebih. Komposisi alatnya
ada yang satu deretan dan ada juga yang dua deretan (calung indung dan calung
anak/calung rincik). Cara memainkan calung rantay dipukul dengan dua tangan
sambil duduk bersilah, biasanya calung tersebut diikat di pohon atau bilik
rumah (calung rantay Banjaran-Bandung), ada juga yang dibuat ancak
"dudukan" khusus dari bambu/kayu, misalnya calung tarawangsa di
Cibalong dan Cipatujah, Tasikmalaya, calung rantay di Banjaran dan
Kanekes/Baduy.
Calung Jinjing
Adapun calung jinjing berbentuk
deretan bambu bernada yang disatukan dengan sebilah kecil bambu (paniir).
Calung jinjing terdiri atas empat atau lima buah, seperti calung kingking
(terdiri dari 12 tabung bambu), calung panepas (5 /3 dan 2 tabung bambu),
calung jongjrong(5 /3 dan 2 tabung bambu), dan calung gonggong (2 tabung
bambu). Kelengkapan calung dalam perkembangannya dewasa ini ada yang hanya
menggunakan calung kingking satu buah, panempas dua buah dan calung gonggong
satu buah, tanpa menggunakan calung jongjrong Cara memainkannya dipukul dengan
tangan kanan memakai pemukul, dan tangan kiri menjinjing/memegang alat musik
tersebut. Sedangkan teknik menabuhnya antar lain dimelodi, dikeleter, dikemprang,
dikempyung, diraeh, dirincik, dirangkep (diracek), salancar, kotrek dan solorok.
Celempung
Celempung merupakan alat music tradisional dari jawa
barat yg asal mula keberadaannya tidak diketahui berasal darimana dan kapan
alat musik tersebut diciptakan
Celempung sendiri merupakan alat musik yang
terbuat dari hinis bambu yang memanfaatkan gelombang resonansi yang
ada dalam ruas batang bambu. Saat ini celempung yang waditranya
mempergunakan bambu masih dipertahankan di Desa Narimbang Kecamatan Conggeang
Kabupaten Sumedang.
Alat
pemukulnya terbuat dari bahan bambu atau kayu yang ujungnya diberi kain atau
benda tipis agar menghasilkan suara nyaring.
Cara memainkan alat musik ini ada dua cara,
yaitu :
a) cara memukul; kedua alur
sembilu dipukul secara bergantian tergantung kepada ritme-ritme serta suara
yang diinginkan pemain musik,
b) pengolahan suara; Yaitu tangan
kiri dijadikan untuk mengolah suara untuk mengatur besar kecilnya udara yang
keluar daribungbung (badan) celempung.
Jika menghendaki suara tinggi lubang (baham)
dibuka lebih besar, sedang untuk suara rendah lubang ditutup rapat-rapat Suara
celempung bisa bermacam-macam tergantung kepada kepintaran si pemain musik.
Untuk saat ini alat musik ini sudah jarang dimainkan , dalam ensambel celempungan
perannya sudah diganti dengan kendang.
Fungsi Karinding
Karinding
yaitu alat buat mengusir hama di sawah. Suara yang dihasilkan dari getaran jarum karinding
biasanya bersuara rendah low decible. Suaranya dihasilkan dari
gesekan pegangan karinding dan ujung jari yang ditepuk-tepakkan. Suara yang
keluar biasanya terdengar seperti suara wereng, belalang, jangkrik, burung, dan lain-lain. Yang jaman sekarang
dikenal dengan istilahultrasonik.
Biar betah di sawah, cara membunyikannya menggunakan mulut sehingga resonansina
menjadi musik. Sekarang karinding biasa digabungkan dengan alat musik lainnya.
Bedanya membunyikan karinding dengan alat musik
jenis mouth harp lainnya
yaitu pada tepukan. Kalau yang lain itu disentil. Kalau cara ditepuk dapat
mengandung nada yang berbeda-beda. Ketukan dari alat musik karinding disebutnya Rahel, yaitu untuk membedakan siapa yang lebih
dulu menepuk dan selanjutnya. Yang pertama menggunakan rahèl kesatu, yang kedua
menggunakan rahel kedua, dan seterusnya. Biasanya suara yang dihasilkan oleh
karinding menghasilkan berbagai macam suara, diantaranya suara kendang, goong, saron bonang atau bass,rhytm, melodi dan
lain-lain. Bahkan karinding bisa membuat lagu sendiri,
sebab cara menepuknya beda dengan suara pada mulut yang bisa divariasikan bisa
memudahkan kita dalam menghasilkan suara yang warna-warni. Kata orang tua
dahulu, dulu menyanyikan lagu bisa pakai karinding, Kalau kita sudah mahir
mainkan suara karinding, pasti akan menemukan atau menghasilkan suara buat
berbicara, tetapi suara yang keluar seperti suara robotik.
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Karinding
Karinding alat pengusir hama
Ukurannya sangat kecil dan terbuat dari bambu. Panjangnya sekitar 10 cm dengan lebar sekitar 2 cm. Bentuknya memang kecil, namun suaranya begitu kaya. Dia bisa menghasilkan bunyi goong, kendang, saron, dan yang lain. Alat musik ini dinamakan karinding.
Karinding merupakan jenis alat musik harpa mulut yang dimainkan dengan cara disimpan di mulut lalu dipukul. Dalam sejarah, tidak disebutkan secara jelas kapan kejayaan atau lahirnya alat musik ini. Namun dalam literatur abad ke-15, Saweka Darma Sanghyang Siksakandang Karesian, nama karinding sudah disebut-sebut.
Istilah karinding berasal dari kata ka yang berarti lanceuk atau kakak, dan rinding yang pada zaman dahulu berarti seni. Itu berarti karinding bermakna kakaknya seni. Meski demikian, di beberapa daerah di Sunda arti karinding bermacam-macam tergantung dari cerita yang dikembangkan di daerah yang bersangkutan.
Seperti di Cineam, Tasikmalaya, karinding diartikan sebagai binatang yang hidup di air. Bunyi dasar alat musik ini memang menyerupai binatang air atau tongeret jika di udara.
Karinding tak hanya dimiliki oleh masyarakat Sunda. Alat musik harpa mulut ini dimiliki pula oleh warga Jawa Tengah dengan sebutan rinding dan suku dayak yang diistilahkan sebagai karimbi. Di Sunda sendiri berkembang tiga jenis alat musik harpa mulut, yakni rinding, karinding, dan genggong.
Perbedaan ketiga alat itu terlihat dari cara memainkannya. Kalau rinding, dimainkan dengan cara menarik benang yang menempel di alat itu. Sedangkan genggong disentir (digetarkan dengan ujung jari), dan karinding akan menghasilkan suara ketika dipukul.
Alat musik sejenis ini juga ditemukan di belahan dunia lain seperti Filipina dan Cina. Di Cina, alat musik tersebut bernama kubing dan bahan bakunya berupa bambu. Alat serupa juga bisa ditemui di kawasan Eropa, tapi bahan dasarnya metal.
''Ada beragam nama di Eropa, salah satunya dikenal dengan sebutan harpa Dewa Zeus,'' ujar pemerhati karinding, Yoyogasmana. Cara memainkannya adalah digigit, lalu disentir. Di Afrika, ditemukan pula alat musik yang terbuat dari regang kai. Bentuknya melengkung seperti busur panah. Di tengahnya terdapat benang, sehingga jika dipukul akan mengeluarkan bunyi.
Berbagai jenis alat musik harpa mulut itu hanya mampu menghasilkan suara yang monoton. Namun tidak demukian dengan karinding. Hanya, suara karinding tidak begitu kuat, sehingga membutuhkan alat bantu seperti speaker.
Karinding yang terbuat dari pelepah kawung putih suaranya lebih halus dan sangat rendah. Biasanya, alat musik yang bisa ditemui di Baduy ini digunakan untuk acara ritual dan berbau mistis sebagai alat komunikasi dengan Sang Pencipta. Karinding dari pelepah kawung putih ini lebih dikenal sebagai alat musik laki-laki.
Sedangkan karinding untuk perempuan, biasanya terbuat dari bambu. Bentuknya seperti tusuk konde. Karenanya di zaman dulu, perempuan selalu membawa karinding kemana pun dengan menyimpannya di rambut. Ketika mereka merasa bosan di ladang, karinding akan dimainkan dan menjadi alat komunikasi antarteman.
Hasil permainan karinding setiap orang akan berbeda. Hal itu tergantung dari struktur mulut. Makanya tak heran jika seseorang bisa membedakan mana kekasihnya atau bukan dengan cara memainkan karinding. ''Makanya alat ini disebut alat yang personal,'' ungkap Yoyo, sapaan Yoyogasmana.
Yoyo mengungkapkan bahwa karinding sempat menghilang. Ia bersama teman-temannya baru menemukan kembali karinding pada 2005. ''Memang, karinding tidak mati, masih ada orang yang menggunakannya,'' tutur dia. Namun tidak diketahui siapa dan di mana orang yang mengembangkannya.
''Orang sepuh di Tasik yang umurnya sudah sangat tua terhenyak ketika melihat saya memainkan karinding. Dia bilang, dulu kakek buyutnya sering memainkan alat tersebut,'' kata Yoyo. Untuk mengenalkan karinding, Yoyo pun melakukan workshop ke sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Cile. Kini, literatur karinding pun sudah bisa dibaca di internet, meskipun masih terbatas.
Karinding yang dikenal sebagai alat musik sebenarnya mempunyai fungsi utama sebagai pengusir hama. Getaran karinding menghasilkan frekuensi tertentu getaran ultrasonik. Namun fungsi yang satu ini tidak banyak dikenal.
Sumber: ren@republika | yoyoyogasmana@multiply | kaypacha
Karinding merupakan jenis alat musik harpa mulut yang dimainkan dengan cara disimpan di mulut lalu dipukul. Dalam sejarah, tidak disebutkan secara jelas kapan kejayaan atau lahirnya alat musik ini. Namun dalam literatur abad ke-15, Saweka Darma Sanghyang Siksakandang Karesian, nama karinding sudah disebut-sebut.
Istilah karinding berasal dari kata ka yang berarti lanceuk atau kakak, dan rinding yang pada zaman dahulu berarti seni. Itu berarti karinding bermakna kakaknya seni. Meski demikian, di beberapa daerah di Sunda arti karinding bermacam-macam tergantung dari cerita yang dikembangkan di daerah yang bersangkutan.
Seperti di Cineam, Tasikmalaya, karinding diartikan sebagai binatang yang hidup di air. Bunyi dasar alat musik ini memang menyerupai binatang air atau tongeret jika di udara.
Karinding tak hanya dimiliki oleh masyarakat Sunda. Alat musik harpa mulut ini dimiliki pula oleh warga Jawa Tengah dengan sebutan rinding dan suku dayak yang diistilahkan sebagai karimbi. Di Sunda sendiri berkembang tiga jenis alat musik harpa mulut, yakni rinding, karinding, dan genggong.
Perbedaan ketiga alat itu terlihat dari cara memainkannya. Kalau rinding, dimainkan dengan cara menarik benang yang menempel di alat itu. Sedangkan genggong disentir (digetarkan dengan ujung jari), dan karinding akan menghasilkan suara ketika dipukul.
Alat musik sejenis ini juga ditemukan di belahan dunia lain seperti Filipina dan Cina. Di Cina, alat musik tersebut bernama kubing dan bahan bakunya berupa bambu. Alat serupa juga bisa ditemui di kawasan Eropa, tapi bahan dasarnya metal.
''Ada beragam nama di Eropa, salah satunya dikenal dengan sebutan harpa Dewa Zeus,'' ujar pemerhati karinding, Yoyogasmana. Cara memainkannya adalah digigit, lalu disentir. Di Afrika, ditemukan pula alat musik yang terbuat dari regang kai. Bentuknya melengkung seperti busur panah. Di tengahnya terdapat benang, sehingga jika dipukul akan mengeluarkan bunyi.
Berbagai jenis alat musik harpa mulut itu hanya mampu menghasilkan suara yang monoton. Namun tidak demukian dengan karinding. Hanya, suara karinding tidak begitu kuat, sehingga membutuhkan alat bantu seperti speaker.
Karinding yang terbuat dari pelepah kawung putih suaranya lebih halus dan sangat rendah. Biasanya, alat musik yang bisa ditemui di Baduy ini digunakan untuk acara ritual dan berbau mistis sebagai alat komunikasi dengan Sang Pencipta. Karinding dari pelepah kawung putih ini lebih dikenal sebagai alat musik laki-laki.
Sedangkan karinding untuk perempuan, biasanya terbuat dari bambu. Bentuknya seperti tusuk konde. Karenanya di zaman dulu, perempuan selalu membawa karinding kemana pun dengan menyimpannya di rambut. Ketika mereka merasa bosan di ladang, karinding akan dimainkan dan menjadi alat komunikasi antarteman.
Hasil permainan karinding setiap orang akan berbeda. Hal itu tergantung dari struktur mulut. Makanya tak heran jika seseorang bisa membedakan mana kekasihnya atau bukan dengan cara memainkan karinding. ''Makanya alat ini disebut alat yang personal,'' ungkap Yoyo, sapaan Yoyogasmana.
Yoyo mengungkapkan bahwa karinding sempat menghilang. Ia bersama teman-temannya baru menemukan kembali karinding pada 2005. ''Memang, karinding tidak mati, masih ada orang yang menggunakannya,'' tutur dia. Namun tidak diketahui siapa dan di mana orang yang mengembangkannya.
''Orang sepuh di Tasik yang umurnya sudah sangat tua terhenyak ketika melihat saya memainkan karinding. Dia bilang, dulu kakek buyutnya sering memainkan alat tersebut,'' kata Yoyo. Untuk mengenalkan karinding, Yoyo pun melakukan workshop ke sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Cile. Kini, literatur karinding pun sudah bisa dibaca di internet, meskipun masih terbatas.
Karinding yang dikenal sebagai alat musik sebenarnya mempunyai fungsi utama sebagai pengusir hama. Getaran karinding menghasilkan frekuensi tertentu getaran ultrasonik. Namun fungsi yang satu ini tidak banyak dikenal.
Sumber: ren@republika | yoyoyogasmana@multiply | kaypacha
Selasa, 20 November 2012
just share
" Indie Movement Fest 2012 " 24 - 25 November 2012 at Lap. Gasibu Bandung
- Music gigs with 50 band
- Clothing exibition
- Culinary booth
- Creative comunity
- Art & Social Culture With Rumah Cemara.
- Seringai (to be confirm)
- Disconnected
- Tragedi
- Donlego
- Glory of love
- Marjinal
- Alone at last
- The paps
- Rosemary
- Reregean
- Jeruji
- Parau (to be confirm)
- Marjinal
- Mood altering
- Mawar Berduri
- Standfree
- Komplete kontrol
- Error brain
- Forgotten generation
- Power punk
- Under18
- Angsa dan serigala
- Eye feel six
- Bulldog brigade
- Haircuts
- Lose it all
- Billfold
- Infinity feat.willy sket
- Aftercoma
- Patrolice
- Tears of joy
- Komunal
- Raja singa
- Goodboy badminton (to be confirm)
- Spirit of life
- Godless symptoms
- Too weak to dance
Welcome Stage :
- Step A head
- Medusa
- Flower City Rollin'
- Rocket Steady
- Times Up
- Last Redemption
- Sunny Summer Day
- Fifty Jail
- Incat
- First Story
- Henohenomoheji
- Inwise
HTM :
Presale Rp.40.000,- (untuk 2 hari)
On The Spot Rp.25.000,- / 1 hari Untuk info lengkap, tempat pembelian tiket
presale & rundown main bandnya, secepatnya
diupdate kembali Available for rent :
Culinary and Clothing Booth for
more info :
Azis Ryan
Pin: 21D98BEE / Telp: 085624579008
- Seringai (to be confirm)
- Disconnected
- Tragedi
- Donlego
- Glory of love
- Marjinal
- Alone at last
- The paps
- Rosemary
- Reregean
- Jeruji
- Parau (to be confirm)
- Marjinal
- Mood altering
- Mawar Berduri
- Standfree
- Komplete kontrol
- Error brain
- Forgotten generation
- Power punk
- Under18
- Angsa dan serigala
- Eye feel six
- Bulldog brigade
- Haircuts
- Lose it all
- Billfold
- Infinity feat.willy sket
- Aftercoma
- Patrolice
- Tears of joy
- Komunal
- Raja singa
- Goodboy badminton (to be confirm)
- Spirit of life
- Godless symptoms
- Too weak to dance
Welcome Stage :
- Step A head
- Medusa
- Flower City Rollin'
- Rocket Steady
- Times Up
- Last Redemption
- Sunny Summer Day
- Fifty Jail
- Incat
- First Story
- Henohenomoheji
- Inwise
HTM :
Presale Rp.40.000,- (untuk 2 hari)
On The Spot Rp.25.000,- / 1 hari Untuk info lengkap, tempat pembelian tiket
presale & rundown main bandnya, secepatnya
diupdate kembali Available for rent :
Culinary and Clothing Booth for
more info :
Azis Ryan
Pin: 21D98BEE / Telp: 085624579008
Senin, 19 November 2012
Sejarah Karinding
Karinding lekat
dengan petani Sunda. Alat musik tradisional yang dikategorikan sebagai
permainan rakyat ini, menurut legenda sekitar, sudah ada di tanah Pasundan
sejak 300 tahun lalu. Alat musik ini beruntung masih bisa ditemukan di Kampung
Citamiang, Desa Pasirmukti, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa
Barat.
Sekarang,
satu-satunya seniman Karinding yang tersisa adalah Oyon Eno Raharjo. Hingga
sekarang hanya Oyon saja yang bisa memainkan Karinding dengan baik. Secara
turun temurun ilmu permainan Karinding didapatnya dari mendiang Mbah Kaman era
1930-an. Estafet berlanjut ke Murniah di era 1945. Setelah itu diturunkan pada
Oyon pada 1954. Tahun 1966, Oyon mulai membuat grup dan merekrut pemain.
Di masa itu ada empat orang pemain Karinding, yaitu Ki Karna,
Sugandi, Solihin, dan Dudung. Tak cukup dengan grup, Oyon lalu mendirikan
Sanggar Sekar Komara Sunda agar seni tradisional ini tetap lestari. Sanggar
sempat terhenti karena sebagian pemain meninggal dunia. Mulai tahun 2003, usaha
menggeliatkan kesenian Karinding dimulai lagi. Inilah fase kedua kebangkitan
Karinding. Kini sudah ada tujuh orang yang berminat menjadi penerus Oyon.
Karinding di Kampung Citamiang terbuat dari kawung saeran (pohon
aren-red). “Bahannya diambil dari kawung yang sudah tua dan setengah kering, humareupan,karena
bahan yang kering sulit dibentuk,” jelas Oyon. Kawung saeran berbeda dengan
pohon kawung biasa. Pohonnya pendek-pendek dan jarang diambil niranya.
Pembuatan Karinding cukup sulit. Tidak semua orang bisa. Dari lima Karinding
yang dibuat dalam satu hari paling bisa didapatkan satu Karinding yang cocok
dimainkan.
“Cara buatnya lumayan lama.Enaunya dikeringkan dulu lalu dibelah,
kulit luarnya jangan dibuang sampai tebal 5 cm ke dalam daging enau. Keringkan
dulu, bisa sampai 2 minggu, “ papar Sule, aktivis budaya Sunda.
Karinding tidak bisa dibuat dengan kawung basah, karena saat
kering kawung akan cekung dan tidak berbunyi. “Alat yang digunakan yaitu, peso
raut, bedog, peso leutik yang tajam untuk membuat buntut lisa,” tambah Oyon.
Rentang antara bagian pahul dan buntut sejarak dua jari orang dewasa (jari
telunjuk dan jari tengah) dan untuk buntut lisa cukup seukuran jari telunjuk
saja. Proses pembuatan yang rumit menyebabkan alat musik ini semakin jarang
ditemui.
Menurut Sule, pembina Sanggar Awi Hideng, pembuat karinding
terakhir adalah almarhum Ki Karna. Ki Karna tutup usia tahun 2005, tepat
setelah festival musik tradisional di Bandung. Dua tahun setelah Ki Karna
meninggal, belum ditemukan lagi orang yang bisa membuat karinding.
Setelah ditelusuri ke desa asal berkembangnya Karinding, Desa
Cikondang, Kecamatan Cineam, ternyata masih ada yang bisa membuat Karinding.
”Namanya Mamad, umurnya sekitar 35 tahun. dia lahir di Cikondang. Kakeknya
masih menyimpan Karinding,” tandas Sule coba mengingat-ingat.
Dahulu di Cikondang ada semacam keyakinan, Karinding adalah alat
individual yang digunakan sebagai alat komunikasi antar remaja. Dari sana
diketahui, bahwa orang dari Cikondang bisa memainkan Karinding. Di Cikondang,
main karinding ibarat loncat batu di Nias, kalau sudah bisa main karinding berarti
dia sudah dewasa dan boleh menikah.
Gianjar, peneliti karinding dari Komunitas Kabumi Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI), memaparkan sebenarnya Karinding ada dimana mana.
Bahannya ada yang dari kawung dan bambu. ” Kalau yang dari bambu biasanya khas
dari Garut, nah kalau yang dari kawung ini yang khas Cineam. Ada juga yang
mengatakan lagi kalau yang kawung ini untuk cowok, dan yang bambu untuk cewek,”
tambah pria yang juga perajin pisau ini.
Hanya satu kunci nada yang bisa dimainkan Karinding. Oleh karena
itu, Karinding mesti dipadukan dengan alat-alat musik tradisional (seperti
angklung dan celempungan) untuk menghasilkan harmonisasi nada. Nada Karinding
sangat ringan dan rendah. Memiliki empat bagian, yaitu bagian jarum tempat
keluarnya nada yang disebut buntut lisa, lalu buntut sebagai pegangan. Bagian
tengah yang disebut pahul berfungsi untuk mempercepat getaran dan bagian ujung
yang disebut hulu sebagai sumber getaran. Hulu jika dipukul oleh tangan akan
menggerakan buntut lisa. Sim salabim, keluarlah nada dari alat Karinding.
Soal bunyi dari bahan bambu dan kawung tentu saja berbeda. Sule
berpendapat bunyi Karinding bambu lebih keras dari Karinding kawung. Karinding
bambu dimainkan dengan cara dipetik tetapi sedangkan karinding kawung disentir
(dipukul-red) sehingga lebih nyaring. Untuk perawatan biasa menggunakan kemiri
yang dihaluskan, lalu dioles ke serat buntut lisa. Kalau buntut lisa menurun,
harus diangkat lalu dioleskan minyak kemiri. Menyimpannya pun tak bisa
sembarangan. Supaya suara tetap bening, buntut dilubangi dan diberi tali lalu
digantung di atas tungku.
“Karinding harus sering dipanaskan. Pengeringan tidak dijemur di
bawah matahari karena suara akan tidak nyaring. Tapi diikat dengan seutas tali
dan dikeringkan di atas tungku, diunun na luhur hawu,” papar Oyon. Jelas
saja, jika semakin hitam Karinding maka semakin tua pula umurnya.
Uniknya, sampai sekarang, pemain Karinding harus handal mengatur
pernafasan dan pandai mengolah nada. Karinding tidak seperti alat musik lain
yang memiliki ketukan tertentu. ”Karena karinding terdapat dua suara. Saat
dimainkan berbeda, saat menggunakan resonansi tenggorokan, ditarik, hasilnya
beda,” tutur Oyon.
Sule menambahkan, kunci untuk menghasilkan suara pada karinding,
terletak pada lokbangkong (amandel-red).
“Karindingnya sendiri sudah menghasilkan suara. Kemudian karena lokbangkong-nya
membesar dan mengecil, maka nada yang dihasilkan pun ada nada tinggi dan ada
nada rendah.“
Lagu yang dimainkan dapat berupa lagu khusus maupun sederhana,
biasanya ditambahi syair dan pantun. Lagu-lagunya antara lain Rayak-Rayak, Nanyaan (melamar
istri), Megapudar, Sieuh-Sieuh, Jeung Jae,
dan Karinding.
Bagi masyarakat Sunda, khususnya petani, Karinding memiliki peran
penting. ”Pada jaman dahulu para petani biasa menunggui sawah dengan mengusir
hama. Salah satunya dengan Karinding itu,” jelas Oyon.
“Tapi ada lagu yang tidak boleh dimainkan malam hari, karena bisa
mendatangkan orang hutan,” tambah pria kelahiran Tasikmalaya, 12 Maret enam
puluh tujuh tahun yang lalu. Lagu Dengkleng tabu dimainkan dengan
Karinding pada malam hari, karena menurut mitos lokal bisa mendatangkan macan
Siliwangi.
Asal mula karinding sendiri masih menjadi pertanyaan. “Orang yang
disini tau bahwa yang membuat karinding ini adalah seorang pangeran, yakni
Kalamanda,” tutur Sule. Pangeran Kalamanda ini dipercaya membuat alat musik
yang mirip dengan hewan yang disebut kakarindingan, untuk menarik perhatian
lawan jenis.
Namun setelah dilacak, Sule mengatakan asal-muasal Karinding
tertulis dalam naskah Sunda yang paling tua, Siksakandang Karsian. “Alat alat
seperti angklung, kujang, karinding dan lain lain sudah ada ditulis disitu pada
zaman didirikannya kerajaan Padjajaran.”
Berdasarkan Kamus Ensiklopedi Sunda, alat musik tradisional
Karinding ternyata lahir karena cinta. Konon, Kalamanda jatuh hati setengah
mati kepada seorang putri menak, Sekarwati. Ketika itu, orang tua si remaja
putri yang dari kalangan bangsawan memagari ketat anaknya. Mereka dipinggit.
Kalamanda gelisah. Sudah sekian lama ia memendam rasa cintanya
kepada Sekarwati. Akhirnya terbetik dalam benaknya membuat alat untuk
berkomunikasi. Dari pelepah nira atau kawung, Kalamanda membuat sebuah waditra, yang
kini dikenal dengan nama Karinding.
Alunan suara yang dihasilkan dari getaran sembilu kawung yang
pipih itu mampu merasuk sukma Sekarwati. Akhirnya Kalamanda pun bersanding
dengan gadis idamannya itu. Kalamanda menamai alat ciptaannya itu sekenanya
saja, yakni Karinding. Wilayah Cineam ketika itu masih berupa rawa-rawa.
Di lingkungan seperti itu, hidup binatang sawah kakarindingan.
Masyarakat di sekitar pesawahan menyukai binatang itu karena bentuknya lucu.
Tentu saja sang gadis pujaan termasuk yang menyenanginya juga. Dengan spontan,
Kalamanda menyebut alat musik yang dibuatnya dengan Karinding. Para pemuda lalu
mengikuti jejak Kalamanda.
Yang menjadi khas adalah tiap karinding tidak bisa sama
resonansinya, ”Jadi kalau misalnya kita buka pintu jadi si wanita sudah tau
pasangannya dari suara dari cara mukulnya sudah tau,” papar Sule. Kini,
binatang itu kini sudah tak tampak lagi. Yang membuat kita miris adalah
anak-anak muda sekarang, sudah tak mengenal wujud binatang itu. Bahkan, nama
seni Karinding pun masih terdengar asing.
Oyon menjelaskan, karinding di jaman sekarang memiliki dua buntut
lisa, berbeda dengan karinding di jaman Kalamanda. ”Asal mulanya, buntut lisa
satu, mengikuti bentuk kakarindingan.”
Saat ini
Karinding bukan lagi alat musik yang fungsinya sebatas untuk mengusir hama,
atau pemikat hati wanita tapi sudah menjadi bagian dari alat musik masyarakat
sunda, walaupun masih terkesan eksklusif. Karinding hanya tampil di acara
tertentu saja. Semisal acara di malam bulan purnama atau jika ada panggilan
dari birokrat. Terlepas dari itu, tidak banyak yang tahu bahwa Karinding sudah
menjadi salah satu koleksi museum di Jepang, sementara di negeri sendiri
keberadaannya masih belum dilirik.
Aksara Sunda
indonesia selain memiliki kekayaan yang melimpah ruah ditambah dengan keanekaragaman dan budaya beragam. Hampir semua suku di Indonesia memiliki bahasa daerahnya masing-masing, selain itu beberapa suku memiliki Aksara (tulisan) sendiri-sendiri, seperti suku jawa memiliki tulisan yang dikenal dengan Hanacarakadan suku Sundapun memiliki aksara tersendiri yang disebut dengan AksaraNgalagena. Selain memiliki Aksara sendiri, orang sunda masa lalu menggunakan beberapa aksara dari luar diantaranya aksara Arab Gundul (Melayu), Hanacaraka dari Jawa, aksara Sansekerta, dan lain-lain. Ini menunjukan bahwa orang Sunda terbuka dalam berbudaya.
Aksara ngalagena sekarang jarang dipakai, menurut catatan sejarah Aksara Ngalagena dipakai oleh orang Sunda dari abad ke -14 sampai abad ke- 18. Sekarang orang Sunda sendiri pun tidak tahu bagaimana menggunakan Aksara Ngalagena ini. Oleh karena itu saya sebagai orang Sunda memiliki kewajiban moral untuk tetap melestarikan budaya supaya tidak punah ditelan oleh Jaman
Aksara Sunda berjumlah 32 buah yang terdiri atas 7 aksara swara‘vokal mandiri’ (a, é,i, o, u, e, dan eu) dan 23 aksara ngalagena‘konsonan’ (ka-ga-nga, ca-ja-nya, ta-da-na, pa-ba-ma, ya-ra-la, wa-sa-ha, fa-va-qa-xa-za,). Aksara swara adalah tulisan yangmelambangkan bunyi fonem vokal mandiri yang dapat berperan sebagai sebuah suku kata yang bisa menempati posisi awal, tengah maupun akhir sebuah kata. Sedangkan aksara ngalagena adalah tulisan yang secara silabis dianggap dapat melambangkan bunyi fonem konsonan dan dapat berperan sebagai sebuah kata maupun suku kata yang bisa menempati posisi awal, tengah maupun akhir sebuah kata. Jadi,aksara Sunda ini bersifat silabik, yakni tulisan yang dapat mewakilisebuah kata dan sukukata.
1. ANGKA
Angka pada Aksara Ngalagena dengan bentuk tulisan dan cara penulisan dengan komputer sebagai berikut
2. KONSONAN UTAMA
Konsonan utama pada Aksara Ngalagena terdiri dari
ka – qa – ga – nga – ca – ja – za – nya – ta – da – na – pa – fa – va – ba – ma – ya – ra – la – wa – sa – xa – ha
dengan bentuk tulisan dan cara penulisan dengan komputer sebagai berikut
3. KOMPONEN VOKAL
Komponen vokal berfungsi untuk mengubah bunyi, dengan bentuk tulisan dan cara penulisan dengan komputer sebagai berikut
Cara pemakaian :
hurup dasar
- panyuku
- panolong
- panghulu
- panéléng
- pamepet
- paneuleung
4. VOKAL MANDIRI
Komponen vokal yang dipakai oleh orang sunda , dengan bentuk tulisan dan cara penulisan dengan komputer sebagai berikut
5. KONSONAN SISIPAN, AKHIRAN, DAN MATI
- pangwisad
- panglayar
- panyecek
- pamaeh
- pamingkal
- panyiku
- panyakra
cara memainkan karinding
Karinding dimainkan dengan cara ditempelkan pada mulut. Salah
satu ujungnya dipukul-pukul kecil dengan menggunakan telunjuk. Getaran antara
karinding dan mulut tersebutlah yang dapat menghasilkan irama yang unik dan
menarik.
Ada
fakta seru nih!
Ternyata
karinding itu tak hanya menjadi alat musik saja, lho! Karinding juga bisa
mengusir sepi di malam hari dan bisa menjadi alat pengusir hama dari suara yang
dihasilkannya
Konon,
suara karinding bisa membuat hama padi tidak mendekat karena menyakitkan buat
hama tersebut. Keren, nggak, tuh? (Kidnesia/berbagai sumber/
foto: kfk.kompas)
eng� U g �'
`�%
elalang,
dan hama-hama di lahan lainnya. Karena merasa terganggu oleh frekuensi
ultrasonik ini, maka mereka pun akan pergi meninggalkan lahan. Oleh karena itu,
dulunya karinding merupakan alat musik buat iseng-iseng para
petani di lahan. Naah, temen-temen kebayang ga tuh jaman dahulu kala masyarakat
sunda sudah bisa menciptakan alat musik berfrekuensi ultrasonik yang bisa
mengusir serangga. Keren kaan??
Sementara itu, sumber lain menyebutkan karinding
juga berfungsi sebagai simbol percintaan, dan simbol kedewasaan. Fungsi yang
satu ini berasal dari desa Citamiang, Tasikmalaya. Disini, meniup karinding
seperti lompat batu di pulau Nias. Mereka yang sudah bisa memainkan karinding
dianggap sudah dewasa. Selain itu, konon dulunya karinding juga berfungsi
memikat hati wanita. Setiap karinding memiliki frekuensi yang berbeda, dan cara
meniup setiap orang pun berbeda. Maka, para wanita dahulu bisa mengenali
kedatangan kekasih hatinya dari suara karinding yang ia mainkan. So sweet ya? haha
Di atas sudah dijelaskan bahwa karinding terdiri
dari dua jenis, yang terbuat dari pelepah kawung dan bambu. Bedanya apa?? Jadi
begini, karinding yang terbuat dari kawung berasal dari daerah Tasikmalaya.
Karinding ini juga dinamakan karinding laki-laki, karena memang untuk dimainkan
para laki-laki. Bentuknya yang pendek membuat karinding ini mudah diletakkan di
wadah tembakau. Sedangkan karinding satu lagi yaitu karinding bambu biasa
dimainkan para wanita. Bentuknya yang tajam dan panjang membuatnya mudah ditancapkan
di rambut.
Emang asal mulanya karinding itu darimana sih?? Jadi, Berdasarkan Kamus Ensiklopedi Sunda, alat musik tradisional
Karinding ternyata lahir karena cinta. Konon, Kalamanda jatuh hati setengah
mati kepada seorang putri menak, Sekarwati. Ketika itu, orang tua si remaja
putri yang dari kalangan bangsawan memagari ketat anaknya. Mereka dipinggit.
Kalamanda gelisah. Sudah sekian lama ia memendam
rasa cintanya kepada Sekarwati. Akhirnya terbetik dalam benaknya membuat alat
untuk berkomunikasi. Dari pelepah nira atau kawung, Kalamanda
membuat sebuah waditra, yang kini dikenal dengan
nama Karinding.
Alunan suara yang dihasilkan dari getaran sembilu
kawung yang pipih itu mampu merasuk sukma Sekarwati. Akhirnya Kalamanda pun
bersanding dengan gadis idamannya itu. Kalamanda menamai alat ciptaannya itu
sekenanya saja, yakni Karinding. Wilayah Cineam ketika itu masih berupa
rawa-rawa.
Di lingkungan seperti itu, hidup binatang
sawah kakarindingan. Masyarakat di sekitar pesawahan
menyukai binatang itu karena bentuknya lucu. Tentu saja sang gadis pujaan
termasuk yang menyenanginya juga. Dengan spontan, Kalamanda menyebut alat musik
yang dibuatnya dengan Karinding. Para pemuda lalu mengikuti jejak Kalamanda.
Naah, itulah tadi sekilas tentang karinding. Gmana?
makin tertarik kah teman-teman untuk melestarikan budaya kita? Jangan sampai
karinding punah ya, dan minimal kita harus tahu apa itu karinding. Karena,
konon katanya, karinding itu sudah menjadi koleksi museum di Jepang. Masa
jepang tau kita engga? payah kan? Jadi, tetaplah mupusti seni
tradisi, karena itu adalah ciri pribadi Sajati
*departemen kajian budaya gentra
kaheman 2011, sumber: internet, wikipedia, banyak lah, asal mau
nyari. ;;;;)
dan di atas ini adalah 4 bagian cara memainkan karinding
apa itu karinding?
karinding adalah nama alat musik tiup tradisional
sunda. Alat ini bisa terbuat dari bambu atau pelepah enau/aren/kawung.
Karinding dimainkan dengan cara ditiup sambil dipukul-pukul menggunakan jari
dan menghasilkan suara dengan frekuensi rendah dan lemah. Menurut beberapa sumber,
karinding dulunya memiliki beberapa fungsi, seperti mengusir hama di lahan
pertanian, atau simbol percintaan para remaja, atau simbol kedewasaan. Fungsi
karinding sebagai pengusir hama merupakan fungsi yang paling banyak dituliskan
di berbagai sumber. Lho kok bisa alat musik
ngusir hama?? begini ceritanya: Karinding menghasilkan suara
berkarakter low decibel dan juga menghasilkan frekuensi
ultrasonik yang tidak bisa didengar oleh
manusia. Namun, ternyata suara ini mengganggu
wereng, belalang, dan hama-hama di lahan lainnya. Karena merasa
terganggu oleh frekuensi ultrasonik ini, maka mereka pun akan pergi
meninggalkan lahan. Oleh karena itu, dulunya karinding merupakan alat musik
buat iseng-iseng para petani di lahan. Naah, temen-temen kebayang ga tuh jaman
dahulu kala masyarakat sunda sudah bisa menciptakan alat musik berfrekuensi
ultrasonik yang bisa mengusir serangga. Keren kaan??
Sementara itu, sumber lain menyebutkan karinding juga berfungsi
sebagai simbol percintaan, dan simbol kedewasaan. Fungsnding adalah nama alat musik tiup tradisional sunda. Alat ini bisa
terbuat dari bambu atau pelepah enau/aren/kawung. Karinding dimainkan dengan
cara ditiup sambil dipukul-pukul menggunakan jari dan menghasilkan suara dengan
frekuensi rendah dan lemah. Menurut beberapa sumber, karinding dulunya memiliki
beberapa fungsi, seperti mengusir hama di lahan pertanian, atau simbol
percintaan para remaja, atau simbol kedewasaan. Fungsi karinding sebagai
pengusir hama merupakan fungsi yang paling banyak dituliskan di berbagai
sumber. Lho kok bisa alat musik
ngusir hama?? begini ceritanya: Karinding menghasilkan suara
berkarakter low decibel dan juga menghasilkan frekuensi
ultrasonik yang tidak bisa didengar oleh
manusia. Namun, ternyata suara ini mengganggu
wereng, belalang, dan hama-hama di lahan lainnya. Karena merasa
terganggu oleh frekuensi ultrasonik ini, maka mereka pun akan pergi
meninggalkan lahan. Oleh karena itu, dulunya karinding merupakan alat musik
buat iseng-iseng para petani di lahan. Naah, temen-temen kebayang ga tuh jaman
dahulu kala masyarakat sunda sudah bisa menciptakan alat musik berfrekuensi
ultrasonik yang bisa mengusir serangga. Keren kaan??
Alunan suara yang dihasilkan dari getaran sembilu kawung yang pipih itu mampu merasuk sukma Sekarwati. Akhirnya Kalamanda pun bersanding dengan gadis idamannya itu. Kalamanda menamai alat ciptaannya itu sekenanya saja, yakni Karinding. Wilayah Cineam ketika itu masih berupa rawa-rawa.
Alunan suara yang dihasilkan dari getaran sembilu kawung yang pipih itu mampu merasuk sukma Sekarwati. Akhirnya Kalamanda pun bersanding dengan gadis idamannya itu. Kalamanda menamai alat ciptaannya itu sekenanya saja, yakni Karinding. Wilayah Cineam ketika itu masih berupa rawa-rawa.
Di lingkungan seperti itu, hidup binatang sawah kakarindingan. Masyarakat di sekitar
pesawahan menyukai binatang itu karena bentuknya lucu. Tentu saja sang gadis
pujaan termasuk yang menyenanginya juga. Dengan spontan, Kalamanda menyebut
alat musik yang dibuatnya dengan Karinding. Para pemuda lalu mengikuti jejak
Kalamanda.
Naah, itulah tadi sekilas tentang karinding. Gmana? makin tertarik
kah teman-teman untuk melestarikan budaya kita? Jangan sampai karinding punah
ya, dan minimal kita harus tahu apa itu karinding. Karena, konon katanya,
karinding itu sudah menjadi koleksi museum di Jepang. Masa jepang tau kita
engga? payah kan? Jadi, tetaplah mupusti seni
tradisi, karena itu adalah ciri pribadi Sajati
*departemen kajian budaya
gentra kaheman 2011, sumber: internet, wikipedia, banyak lah, asal mau nyari. ;;;;)
i yang satu
ini berasal dari desa Citamiang, Tasikmalaya. Disini, meniup karinding seperti
lompat batu di pulau Nias. Mereka yang sudah bisa memainkan karinding dianggap
sudah dewasa. Selain itu, konon dulunya karinding juga berfungsi memikat hati
wanita. Setiap karinding memiliki frekuensi yang berbeda, dan cara meniup
setiap orang pun berbeda. Maka, para wanita dahulu bisa mengenali kedatangan
kekasih hatinya dari suara karinding yang ia mainkan. So sweet ya? haha
Di atas sudah dijelaskan bahwa karinding terdiri dari dua jenis,
yang terbuat dari pelepah kawung dan bambu. Bedanya apa?? Jadi begini,
karinding yang terbuat dari kawung berasal dari daerah Tasikmalaya. Karinding
ini juga dinamakan karinding laki-laki, karena memang untuk dimainkan para
laki-laki. Bentuknya yang pendek membuat karinding ini mudah diletakkan di
wadah tembakau. Sedangkan karinding satu lagi yaitu karinding bambu biasa
dimainkan para wanita. Bentuknya yang tajam dan panjang membuatnya mudah
ditancapkan di rambut.
Emang asal mulanya karinding
itu darimana sih?? Jadi, Berdasarkan Kamus
Ensiklopedi Sunda, alat musik tradisional Karinding ternyata lahir karena cinta.
Konon, Kalamanda jatuh hati setengah mati kepada seorang putri menak,
Sekarwati. Ketika itu, orang tua si remaja putri yang dari kalangan bangsawan
memagari ketat anaknya. Mereka dipinggit.
Kalamanda gelisah. Sudah sekian lama ia memendam rasa cintanya
kepada Sekarwati. Akhirnya terbetik dalam benaknya membuat alat untuk
berkomunikasi. Dari pelepah nira atau kawung, Kalamanda membuat sebuah waditra, yang kini dikenal dengan nama Karinding.
Alunan suara yang dihasilkan dari getaran sembilu kawung yang pipih
itu mampu merasuk sukma Sekarwati. Akhirnya Kalamanda pun bersanding dengan
gadis idamannya itu. Kalamanda menamai alat ciptaannya itu sekenanya saja,
yakni Karinding. Wilayah Cineam ketika itu masih berupa rawa-rawa.
Di lingkungan seperti itu, hidup binatang sawah kakarindingan. Masyarakat di sekitar
pesawahan menyukai binatang itu karena bentuknya lucu. Tentu saja sang gadis
pujaan termasuk yang menyenanginya juga. Dengan spontan, Kalamanda menyebut
alat musik yang dibuatnya dengan Karinding. Para pemuda lalu mengikuti jejak
Kalamanda.
Naah, itulah tadi sekilas tentang karinding. Gmana? makin tertarik
kah teman-teman untuk melestarikan budaya kita? Jangan sampai karinding punah
ya, dan minimal kita harus tahu apa itu karinding. Karena, konon katanya,
karinding itu sudah menjadi koleksi museum di Jepang. Masa jepang tau kita
engga? payah kan? Jadi, tetaplah mupusti seni
tradisi, karena itu adalah ciri pribadi Sajati
*departemen kajian budaya
gentra kaheman 2011, sumber: internet, wikipedia, banyak lah, asal mau nyari. ;;;;)
Langganan:
Postingan (Atom)