Laman

Rabu, 21 November 2012

Calung



Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).

Pengertian calung selain sebagai alat musik juga melekat dengan sebutan seni pertunjukan. Ada dua bentuk calung Sunda yang dikenal, yakni calung rantay dan calung jinjing.


Calung Rantay

Calung rantay bilah tabungnya dideretkan dengan tali kulit waru (lulub) dari yang terbesar sampai yang terkecil, jumlahnya 7 wilahan (7 ruas bambu) atau lebih. Komposisi alatnya ada yang satu deretan dan ada juga yang dua deretan (calung indung dan calung anak/calung rincik). Cara memainkan calung rantay dipukul dengan dua tangan sambil duduk bersilah, biasanya calung tersebut diikat di pohon atau bilik rumah (calung rantay Banjaran-Bandung), ada juga yang dibuat ancak "dudukan" khusus dari bambu/kayu, misalnya calung tarawangsa di Cibalong dan Cipatujah, Tasikmalaya, calung rantay di Banjaran dan Kanekes/Baduy.


Calung Jinjing

Adapun calung jinjing berbentuk deretan bambu bernada yang disatukan dengan sebilah kecil bambu (paniir). Calung jinjing terdiri atas empat atau lima buah, seperti calung kingking (terdiri dari 12 tabung bambu), calung panepas (5 /3 dan 2 tabung bambu), calung jongjrong(5 /3 dan 2 tabung bambu), dan calung gonggong (2 tabung bambu). Kelengkapan calung dalam perkembangannya dewasa ini ada yang hanya menggunakan calung kingking satu buah, panempas dua buah dan calung gonggong satu buah, tanpa menggunakan calung jongjrong Cara memainkannya dipukul dengan tangan kanan memakai pemukul, dan tangan kiri menjinjing/memegang alat musik tersebut. Sedangkan teknik menabuhnya antar lain dimelodi, dikeleter, dikemprang, dikempyung, diraeh, dirincik, dirangkep (diracek), salancar, kotrek dan solorok.




Celempung


Celempung merupakan alat music tradisional dari jawa barat yg asal mula keberadaannya tidak diketahui berasal darimana dan kapan alat musik tersebut diciptakan
Celempung sendiri merupakan alat musik yang terbuat dari hinis bambu yang memanfaatkan gelombang resonansi yang ada dalam ruas batang bambu. Saat ini celempung yang waditranya mempergunakan bambu masih dipertahankan di Desa Narimbang Kecamatan Conggeang Kabupaten Sumedang.
Alat pemukulnya terbuat dari bahan bambu atau kayu yang ujungnya diberi kain atau benda tipis agar menghasilkan suara nyaring. 
Cara memainkan alat musik ini ada dua cara, yaitu :
a) cara memukul; kedua alur sembilu dipukul secara bergantian tergantung kepada ritme-ritme serta suara yang diinginkan pemain musik,
b) pengolahan suara; Yaitu tangan kiri dijadikan untuk mengolah suara untuk mengatur besar kecilnya udara yang keluar daribungbung (badan) celempung. 

Jika menghendaki suara tinggi lubang (baham) dibuka lebih besar, sedang untuk suara rendah lubang ditutup rapat-rapat Suara celempung bisa bermacam-macam tergantung kepada kepintaran si pemain musik. Untuk saat ini alat musik ini sudah jarang dimainkan , dalam ensambel celempungan perannya sudah diganti  dengan kendang.







Fungsi Karinding


Karinding yaitu alat buat mengusir hama di sawah. Suara yang dihasilkan dari getaran jarum karinding biasanya bersuara rendah low decible. Suaranya dihasilkan dari gesekan pegangan karinding dan ujung jari yang ditepuk-tepakkan. Suara yang keluar biasanya terdengar seperti suara wereng, belalang, jangkrik, burung, dan lain-lain. Yang jaman sekarang dikenal dengan istilahultrasonik. Biar betah di sawah, cara membunyikannya menggunakan mulut sehingga resonansina menjadi musik. Sekarang karinding biasa digabungkan dengan alat musik lainnya.
Bedanya membunyikan karinding dengan alat musik jenis mouth harp lainnya yaitu pada tepukan. Kalau yang lain itu disentil. Kalau cara ditepuk dapat mengandung nada yang berbeda-beda. Ketukan dari alat musik karinding disebutnya Rahel, yaitu untuk membedakan siapa yang lebih dulu menepuk dan selanjutnya. Yang pertama menggunakan rahèl kesatu, yang kedua menggunakan rahel kedua, dan seterusnya. Biasanya suara yang dihasilkan oleh karinding menghasilkan berbagai macam suara, diantaranya suara kendang, goong, saron bonang atau bass,rhytm, melodi dan lain-lain. Bahkan karinding bisa membuat lagu sendiri, sebab cara menepuknya beda dengan suara pada mulut yang bisa divariasikan bisa memudahkan kita dalam menghasilkan suara yang warna-warni. Kata orang tua dahulu, dulu menyanyikan lagu bisa pakai karinding, Kalau kita sudah mahir mainkan suara karinding, pasti akan menemukan atau menghasilkan suara buat berbicara, tetapi suara yang keluar seperti suara robotik.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Karinding


Karinding alat pengusir hama

Ukurannya sangat kecil dan terbuat dari bambu. Panjangnya sekitar 10 cm dengan lebar sekitar 2 cm. Bentuknya memang kecil, namun suaranya begitu kaya. Dia bisa menghasilkan bunyi goong, kendang, saron, dan yang lain. Alat musik ini dinamakan karinding.
Karinding merupakan jenis alat musik harpa mulut yang dimainkan dengan cara disimpan di mulut lalu dipukul. Dalam sejarah, tidak disebutkan secara jelas kapan kejayaan atau lahirnya alat musik ini. Namun dalam literatur abad ke-15, Saweka Darma Sanghyang Siksakandang Karesian, nama karinding sudah disebut-sebut.

Istilah karinding berasal dari kata ka yang berarti lanceuk atau kakak, dan rinding yang pada zaman dahulu berarti seni. Itu berarti karinding bermakna kakaknya seni. Meski demikian, di beberapa daerah di Sunda arti karinding bermacam-macam tergantung dari cerita yang dikembangkan di daerah yang bersangkutan.

Seperti di Cineam, Tasikmalaya, karinding diartikan sebagai binatang yang hidup di air. Bunyi dasar alat musik ini memang menyerupai binatang air atau tongeret jika di udara.

Karinding tak hanya dimiliki oleh masyarakat Sunda. Alat musik harpa mulut ini dimiliki pula oleh warga Jawa Tengah dengan sebutan rinding dan suku dayak yang diistilahkan sebagai karimbi. Di Sunda sendiri berkembang tiga jenis alat musik harpa mulut, yakni rinding, karinding, dan genggong.

Perbedaan ketiga alat itu terlihat dari cara memainkannya. Kalau rinding, dimainkan dengan cara menarik benang yang menempel di alat itu. Sedangkan genggong disentir (digetarkan dengan ujung jari), dan karinding akan menghasilkan suara ketika dipukul.

Alat musik sejenis ini juga ditemukan di belahan dunia lain seperti Filipina dan Cina. Di Cina, alat musik tersebut bernama kubing dan bahan bakunya berupa bambu. Alat serupa juga bisa ditemui di kawasan Eropa, tapi bahan dasarnya metal.
''Ada beragam nama di Eropa, salah satunya dikenal dengan sebutan harpa Dewa Zeus,'' ujar pemerhati karinding, Yoyogasmana. Cara memainkannya adalah digigit, lalu disentir. Di Afrika, ditemukan pula alat musik yang terbuat dari regang kai. Bentuknya melengkung seperti busur panah. Di tengahnya terdapat benang, sehingga jika dipukul akan mengeluarkan bunyi.

Berbagai jenis alat musik harpa mulut itu hanya mampu menghasilkan suara yang monoton. Namun tidak demukian dengan karinding. Hanya, suara karinding tidak begitu kuat, sehingga membutuhkan alat bantu seperti speaker.

Karinding yang terbuat dari pelepah kawung putih suaranya lebih halus dan sangat rendah. Biasanya, alat musik yang bisa ditemui di Baduy ini digunakan untuk acara ritual dan berbau mistis sebagai alat komunikasi dengan Sang Pencipta. Karinding dari pelepah kawung putih ini lebih dikenal sebagai alat musik laki-laki.

Sedangkan karinding untuk perempuan, biasanya terbuat dari bambu. Bentuknya seperti tusuk konde. Karenanya di zaman dulu, perempuan selalu membawa karinding kemana pun dengan menyimpannya di rambut. Ketika mereka merasa bosan di ladang, karinding akan dimainkan dan menjadi alat komunikasi antarteman.

Hasil permainan karinding setiap orang akan berbeda. Hal itu tergantung dari struktur mulut. Makanya tak heran jika seseorang bisa membedakan mana kekasihnya atau bukan dengan cara memainkan karinding. ''Makanya alat ini disebut alat yang personal,'' ungkap Yoyo, sapaan Yoyogasmana.

Yoyo mengungkapkan bahwa karinding sempat menghilang. Ia bersama teman-temannya baru menemukan kembali karinding pada 2005. ''Memang, karinding tidak mati, masih ada orang yang menggunakannya,'' tutur dia. Namun tidak diketahui siapa dan di mana orang yang mengembangkannya.

''Orang sepuh di Tasik yang umurnya sudah sangat tua terhenyak ketika melihat saya memainkan karinding. Dia bilang, dulu kakek buyutnya sering memainkan alat tersebut,'' kata Yoyo. Untuk mengenalkan karinding, Yoyo pun melakukan workshop ke sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Cile. Kini, literatur karinding pun sudah bisa dibaca di internet, meskipun masih terbatas.

Karinding yang dikenal sebagai alat musik sebenarnya mempunyai fungsi utama sebagai pengusir hama. Getaran karinding menghasilkan frekuensi tertentu getaran ultrasonik. Namun fungsi yang satu ini tidak banyak dikenal.

Sumber: ren@republika | yoyoyogasmana@multiply | kaypacha

Selasa, 20 November 2012

just share




" Indie Movement Fest 2012 " 24 - 25 November 2012 at Lap. Gasibu Bandung 

- Music gigs with 50 band

- Clothing exibition
- Culinary booth
- Creative comunity
- Art & Social Culture With Rumah Cemara.

- Seringai (to be confirm)
- Disconnected
- Tragedi
- Donlego
- Glory of love
- Marjinal
- Alone at last
- The paps
- Rosemary
- Reregean
- Jeruji
- Parau (to be confirm)
- Marjinal
- Mood altering
- Mawar Berduri
- Standfree
- Komplete kontrol
- Error brain
- Forgotten generation
- Power punk
- Under18
- Angsa dan serigala
- Eye feel six
- Bulldog brigade
- Haircuts
- Lose it all
- Billfold
- Infinity feat.willy sket
- Aftercoma
- Patrolice
- Tears of joy
- Komunal
- Raja singa
- Goodboy badminton (to be confirm)
- Spirit of life
- Godless symptoms
- Too weak to dance

Welcome Stage :

- Step A head
- Medusa
- Flower City Rollin'
- Rocket Steady
- Times Up
- Last Redemption
- Sunny Summer Day
- Fifty Jail
- Incat
- First Story
- Henohenomoheji
- Inwise

HTM :
Presale Rp.40.000,- (untuk 2 hari)
On The Spot Rp.25.000,- / 1 hari Untuk info lengkap, tempat pembelian tiket
presale & rundown main bandnya, secepatnya
diupdate kembali Available for rent :
Culinary and Clothing Booth for

more info :
Azis Ryan
Pin: 21D98BEE / Telp: 085624579008

Senin, 19 November 2012

Sejarah Karinding


Karinding lekat dengan petani Sunda. Alat musik tradisional yang dikategorikan sebagai permainan rakyat ini, menurut legenda sekitar, sudah ada di tanah Pasundan sejak 300 tahun lalu. Alat musik ini beruntung masih bisa ditemukan di Kampung Citamiang, Desa Pasirmukti, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Sekarang, satu-satunya seniman Karinding yang tersisa adalah Oyon Eno Raharjo. Hingga sekarang hanya Oyon saja yang bisa memainkan Karinding dengan baik. Secara turun temurun ilmu permainan Karinding didapatnya dari mendiang Mbah Kaman era 1930-an. Estafet berlanjut ke Murniah di era 1945. Setelah itu diturunkan pada Oyon pada 1954. Tahun 1966, Oyon mulai membuat grup dan merekrut pemain.
Di masa itu ada empat orang pemain Karinding, yaitu Ki Karna, Sugandi, Solihin, dan Dudung. Tak cukup dengan grup, Oyon lalu mendirikan Sanggar Sekar Komara Sunda agar seni tradisional ini tetap lestari. Sanggar sempat terhenti karena sebagian pemain meninggal dunia. Mulai tahun 2003, usaha menggeliatkan kesenian Karinding dimulai lagi. Inilah fase kedua kebangkitan Karinding. Kini sudah ada tujuh orang yang berminat menjadi penerus Oyon.
Karinding di Kampung Citamiang terbuat dari kawung saeran (pohon aren-red). “Bahannya diambil dari kawung yang sudah tua dan setengah kering, humareupan,karena bahan yang kering sulit dibentuk,” jelas Oyon. Kawung saeran berbeda dengan pohon kawung biasa. Pohonnya pendek-pendek dan jarang diambil niranya. Pembuatan Karinding cukup sulit. Tidak semua orang bisa. Dari lima Karinding yang dibuat dalam satu hari paling bisa didapatkan satu Karinding yang cocok dimainkan.
“Cara buatnya lumayan lama.Enaunya dikeringkan dulu lalu dibelah, kulit luarnya jangan dibuang sampai tebal 5 cm ke dalam daging enau. Keringkan dulu, bisa sampai 2 minggu, “ papar Sule, aktivis budaya Sunda.
Karinding tidak bisa dibuat dengan kawung basah, karena saat kering kawung akan cekung dan tidak berbunyi. “Alat yang digunakan yaitu, peso raut, bedog, peso leutik yang tajam untuk membuat buntut lisa,” tambah Oyon. Rentang antara bagian pahul dan buntut sejarak dua jari orang dewasa (jari telunjuk dan jari tengah) dan untuk buntut lisa cukup seukuran jari telunjuk saja. Proses pembuatan yang rumit menyebabkan alat musik ini semakin jarang ditemui.
Menurut Sule, pembina Sanggar Awi Hideng, pembuat karinding terakhir adalah almarhum Ki Karna. Ki Karna tutup usia tahun 2005, tepat setelah festival musik tradisional di Bandung. Dua tahun setelah Ki Karna meninggal, belum ditemukan lagi orang yang bisa membuat karinding.
Setelah ditelusuri ke desa asal berkembangnya Karinding, Desa Cikondang, Kecamatan Cineam, ternyata masih ada yang bisa membuat Karinding. ”Namanya Mamad, umurnya sekitar 35 tahun. dia lahir di Cikondang. Kakeknya masih menyimpan Karinding,” tandas Sule coba mengingat-ingat.
Dahulu di Cikondang ada semacam keyakinan, Karinding adalah alat individual yang digunakan sebagai alat komunikasi antar remaja. Dari sana diketahui, bahwa orang dari Cikondang bisa memainkan Karinding. Di Cikondang, main karinding ibarat loncat batu di Nias, kalau sudah bisa main karinding berarti dia sudah dewasa dan boleh menikah.
Gianjar, peneliti karinding dari Komunitas Kabumi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), memaparkan sebenarnya Karinding ada dimana mana. Bahannya ada yang dari kawung dan bambu. ” Kalau yang dari bambu biasanya khas dari Garut, nah kalau yang dari kawung ini yang khas Cineam. Ada juga yang mengatakan lagi kalau yang kawung ini untuk cowok, dan yang bambu untuk cewek,” tambah pria yang juga perajin pisau ini.
Hanya satu kunci nada yang bisa dimainkan Karinding. Oleh karena itu, Karinding mesti dipadukan dengan alat-alat musik tradisional (seperti angklung dan celempungan) untuk menghasilkan harmonisasi nada. Nada Karinding sangat ringan dan rendah. Memiliki empat bagian, yaitu bagian jarum tempat keluarnya nada yang disebut buntut lisa, lalu buntut sebagai pegangan. Bagian tengah yang disebut pahul berfungsi untuk mempercepat getaran dan bagian ujung yang disebut hulu sebagai sumber getaran. Hulu jika dipukul oleh tangan akan menggerakan buntut lisa. Sim salabim, keluarlah nada dari alat Karinding.
Soal bunyi dari bahan bambu dan kawung tentu saja berbeda. Sule berpendapat bunyi Karinding bambu lebih keras dari Karinding kawung. Karinding bambu dimainkan dengan cara dipetik tetapi sedangkan karinding kawung disentir (dipukul-red) sehingga lebih nyaring. Untuk perawatan biasa menggunakan kemiri yang dihaluskan, lalu dioles ke serat buntut lisa. Kalau buntut lisa menurun, harus diangkat lalu dioleskan minyak kemiri. Menyimpannya pun tak bisa sembarangan. Supaya suara tetap bening, buntut dilubangi dan diberi tali lalu digantung di atas tungku.
“Karinding harus sering dipanaskan. Pengeringan tidak dijemur di bawah matahari karena suara akan tidak nyaring. Tapi diikat dengan seutas tali dan dikeringkan di atas tungku, diunun na luhur hawu,” papar Oyon. Jelas saja, jika semakin hitam Karinding maka semakin tua pula umurnya.
Uniknya, sampai sekarang, pemain Karinding harus handal mengatur pernafasan dan pandai mengolah nada. Karinding tidak seperti alat musik lain yang memiliki ketukan tertentu. ”Karena karinding terdapat dua suara. Saat dimainkan berbeda, saat menggunakan resonansi tenggorokan, ditarik, hasilnya beda,” tutur Oyon.
Sule menambahkan, kunci untuk menghasilkan suara pada karinding, terletak pada lokbangkong (amandel-red). “Karindingnya sendiri sudah menghasilkan suara. Kemudian karena lokbangkong-nya membesar dan mengecil, maka nada yang dihasilkan pun ada nada tinggi dan ada nada rendah.“
Lagu yang dimainkan dapat berupa lagu khusus maupun sederhana, biasanya ditambahi syair dan pantun. Lagu-lagunya antara lain Rayak-RayakNanyaan (melamar istri), MegapudarSieuh-SieuhJeung Jae, dan Karinding.
Bagi masyarakat Sunda, khususnya petani, Karinding memiliki peran penting. ”Pada jaman dahulu para petani biasa menunggui sawah dengan mengusir hama. Salah satunya dengan Karinding itu,” jelas Oyon.
“Tapi ada lagu yang tidak boleh dimainkan malam hari, karena bisa mendatangkan orang hutan,” tambah pria kelahiran Tasikmalaya, 12 Maret enam puluh tujuh tahun yang lalu. Lagu Dengkleng tabu dimainkan dengan Karinding pada malam hari, karena menurut mitos lokal bisa mendatangkan macan Siliwangi.
Asal mula karinding sendiri masih menjadi pertanyaan. “Orang yang disini tau bahwa yang membuat karinding ini adalah seorang pangeran, yakni Kalamanda,” tutur Sule. Pangeran Kalamanda ini dipercaya membuat alat musik yang mirip dengan hewan yang disebut kakarindingan, untuk menarik perhatian lawan jenis.
Namun setelah dilacak, Sule mengatakan asal-muasal Karinding tertulis dalam naskah Sunda yang paling tua, Siksakandang Karsian. “Alat alat seperti angklung, kujang, karinding dan lain lain sudah ada ditulis disitu pada zaman didirikannya kerajaan Padjajaran.”
Berdasarkan Kamus Ensiklopedi Sunda, alat musik tradisional Karinding ternyata lahir karena cinta. Konon, Kalamanda jatuh hati setengah mati kepada seorang putri menak, Sekarwati. Ketika itu, orang tua si remaja putri yang dari kalangan bangsawan memagari ketat anaknya. Mereka dipinggit.
Kalamanda gelisah. Sudah sekian lama ia memendam rasa cintanya kepada Sekarwati. Akhirnya terbetik dalam benaknya membuat alat untuk berkomunikasi. Dari pelepah nira atau kawung, Kalamanda membuat sebuah waditra, yang kini dikenal dengan nama Karinding.
Alunan suara yang dihasilkan dari getaran sembilu kawung yang pipih itu mampu merasuk sukma Sekarwati. Akhirnya Kalamanda pun bersanding dengan gadis idamannya itu. Kalamanda menamai alat ciptaannya itu sekenanya saja, yakni Karinding. Wilayah Cineam ketika itu masih berupa rawa-rawa.
Di lingkungan seperti itu, hidup binatang sawah kakarindingan. Masyarakat di sekitar pesawahan menyukai binatang itu karena bentuknya lucu. Tentu saja sang gadis pujaan termasuk yang menyenanginya juga. Dengan spontan, Kalamanda menyebut alat musik yang dibuatnya dengan Karinding. Para pemuda lalu mengikuti jejak Kalamanda.
Yang menjadi khas adalah tiap karinding tidak bisa sama resonansinya, ”Jadi kalau misalnya kita buka pintu jadi si wanita sudah tau pasangannya dari suara dari cara mukulnya sudah tau,” papar Sule. Kini, binatang itu kini sudah tak tampak lagi. Yang membuat kita miris adalah anak-anak muda sekarang, sudah tak mengenal wujud binatang itu. Bahkan, nama seni Karinding pun masih terdengar asing.
Oyon menjelaskan, karinding di jaman sekarang memiliki dua buntut lisa, berbeda dengan karinding di jaman Kalamanda. ”Asal mulanya, buntut lisa satu, mengikuti bentuk kakarindingan.”
Saat ini Karinding bukan lagi alat musik yang fungsinya sebatas untuk mengusir hama, atau pemikat hati wanita tapi sudah menjadi bagian dari alat musik masyarakat sunda, walaupun masih terkesan eksklusif. Karinding hanya tampil di acara tertentu saja. Semisal acara di malam bulan purnama atau jika ada panggilan dari birokrat. Terlepas dari itu, tidak banyak yang tahu bahwa Karinding sudah menjadi salah satu koleksi museum di Jepang, sementara di negeri sendiri keberadaannya masih belum dilirik.

Aksara Sunda


indonesia selain memiliki kekayaan yang melimpah ruah ditambah dengan keanekaragaman dan budaya beragam. Hampir semua suku di Indonesia memiliki bahasa daerahnya masing-masing, selain itu beberapa suku memiliki Aksara (tulisan) sendiri-sendiri, seperti suku jawa memiliki tulisan yang dikenal dengan Hanacarakadan suku Sundapun memiliki aksara tersendiri yang disebut dengan AksaraNgalagena. Selain memiliki Aksara sendiri, orang sunda masa lalu menggunakan beberapa aksara dari luar diantaranya aksara Arab Gundul (Melayu), Hanacaraka dari Jawa, aksara Sansekerta, dan lain-lain. Ini menunjukan bahwa orang Sunda terbuka dalam berbudaya.
Aksara ngalagena sekarang jarang dipakai, menurut catatan sejarah Aksara Ngalagena dipakai oleh orang Sunda dari abad ke -14 sampai abad ke- 18. Sekarang orang Sunda sendiri pun tidak tahu bagaimana menggunakan Aksara Ngalagena ini. Oleh karena itu saya sebagai orang Sunda memiliki kewajiban moral untuk tetap melestarikan budaya supaya tidak punah ditelan oleh Jaman
Aksara Sunda berjumlah 32 buah yang terdiri atas 7 aksara swara‘vokal mandiri’ (a, Ã©,i, o, u, e, dan eu) dan 23 aksara ngalagena‘konsonan’ (ka-ga-nga, ca-ja-nya, ta-da-na, pa-ba-ma, ya-ra-la, wa-sa-ha, fa-va-qa-xa-za,). Aksara swara adalah tulisan yangmelambangkan bunyi fonem vokal mandiri yang dapat berperan sebagai sebuah suku kata yang bisa menempati posisi awal, tengah maupun akhir sebuah kata. Sedangkan aksara ngalagena adalah tulisan yang secara silabis dianggap dapat melambangkan bunyi fonem konsonan dan dapat berperan sebagai sebuah kata maupun suku kata yang bisa menempati posisi awal, tengah maupun akhir sebuah kata. Jadi,aksara Sunda ini bersifat silabik, yakni tulisan yang dapat mewakilisebuah kata dan sukukata. 

1. ANGKA
Angka pada Aksara Ngalagena dengan bentuk tulisan dan cara penulisan dengan komputer sebagai berikut


2. KONSONAN UTAMA
Konsonan utama pada Aksara Ngalagena terdiri dari
ka – qa – ga – nga – ca – ja – za – nya – ta – da – na – pa – fa – va – ba – ma – ya – ra – la – wa – sa – xa – ha
dengan bentuk tulisan dan cara penulisan dengan komputer sebagai berikut


3. KOMPONEN VOKAL
Komponen vokal berfungsi untuk mengubah bunyi, dengan bentuk tulisan dan cara penulisan dengan komputer sebagai berikut

Cara pemakaian :
hurup dasar
  • panyuku

  • panolong

  • panghulu

  • panéléng

  • pamepet

  • paneuleung



4. VOKAL MANDIRI
Komponen vokal yang dipakai oleh orang sunda , dengan bentuk tulisan dan cara penulisan dengan komputer sebagai berikut



5. KONSONAN SISIPAN, AKHIRAN, DAN MATI
Terdiri dari
  • pangwisad

  • panglayar

  • panyecek

  • pamaeh

  • pamingkal

  • panyiku

  • panyakra



cara membuat kairinding

ini bagian 1



ini bagian 2




ini bagian 3

Selamat mencoba :D

cara memainkan karinding






   Karinding dimainkan dengan cara ditempelkan pada mulut. Salah satu ujungnya dipukul-pukul kecil dengan menggunakan telunjuk. Getaran antara karinding dan mulut tersebutlah yang dapat menghasilkan irama yang unik dan menarik.
Ada fakta seru nih!
Ternyata karinding itu tak hanya menjadi alat musik saja, lho! Karinding juga bisa mengusir sepi di malam hari dan bisa menjadi alat pengusir hama dari suara yang dihasilkannya
Konon, suara karinding bisa membuat hama padi tidak mendekat karena menyakitkan buat hama tersebut. Keren, nggak, tuh? (Kidnesia/berbagai sumber/ foto: kfk.kompas)
eng� U g �' `�% elalang, dan hama-hama di lahan lainnya. Karena merasa terganggu oleh frekuensi ultrasonik ini, maka mereka pun akan pergi meninggalkan lahan. Oleh karena itu, dulunya karinding merupakan alat musik buat iseng-iseng para petani di lahan. Naah, temen-temen kebayang ga tuh jaman dahulu kala masyarakat sunda sudah bisa menciptakan alat musik berfrekuensi ultrasonik yang bisa mengusir serangga. Keren kaan??
Sementara itu, sumber lain menyebutkan karinding juga berfungsi sebagai simbol percintaan, dan simbol kedewasaan. Fungsi yang satu ini berasal dari desa Citamiang, Tasikmalaya. Disini, meniup karinding seperti lompat batu di pulau Nias. Mereka yang sudah bisa memainkan karinding dianggap sudah dewasa. Selain itu, konon dulunya karinding juga berfungsi memikat hati wanita. Setiap karinding memiliki frekuensi yang berbeda, dan cara meniup setiap orang pun berbeda. Maka, para wanita dahulu bisa mengenali kedatangan kekasih hatinya dari suara karinding yang ia mainkan. So sweet ya? haha

Di atas sudah dijelaskan bahwa karinding terdiri dari dua jenis, yang terbuat dari pelepah kawung dan bambu. Bedanya apa?? Jadi begini, karinding yang terbuat dari kawung berasal dari daerah Tasikmalaya. Karinding ini juga dinamakan karinding laki-laki, karena memang untuk dimainkan para laki-laki. Bentuknya yang pendek membuat karinding ini mudah diletakkan di wadah tembakau. Sedangkan karinding satu lagi yaitu karinding bambu biasa dimainkan para wanita. Bentuknya yang tajam dan panjang membuatnya mudah ditancapkan di rambut.

Emang asal mulanya karinding itu darimana sih?? Jadi, Berdasarkan Kamus Ensiklopedi Sunda, alat musik tradisional Karinding ternyata lahir karena cinta. Konon, Kalamanda jatuh hati setengah mati kepada seorang putri menak, Sekarwati. Ketika itu, orang tua si remaja putri yang dari kalangan bangsawan memagari ketat anaknya. Mereka dipinggit.

Kalamanda gelisah. Sudah sekian lama ia memendam rasa cintanya kepada Sekarwati. Akhirnya terbetik dalam benaknya membuat alat untuk berkomunikasi. Dari pelepah nira atau kawung, Kalamanda membuat sebuah waditra, yang kini dikenal dengan nama Karinding.

Alunan suara yang dihasilkan dari getaran sembilu kawung yang pipih itu mampu merasuk sukma Sekarwati. Akhirnya Kalamanda pun bersanding dengan gadis idamannya itu. Kalamanda menamai alat ciptaannya itu sekenanya saja, yakni Karinding. Wilayah Cineam ketika itu masih berupa rawa-rawa.

Di lingkungan seperti itu, hidup binatang sawah kakarindingan. Masyarakat di sekitar pesawahan menyukai binatang itu karena bentuknya lucu. Tentu saja sang gadis pujaan termasuk yang menyenanginya juga. Dengan spontan, Kalamanda menyebut alat musik yang dibuatnya dengan Karinding. Para pemuda lalu mengikuti jejak Kalamanda.

Naah, itulah tadi sekilas tentang karinding. Gmana? makin tertarik kah teman-teman untuk melestarikan budaya kita? Jangan sampai karinding punah ya, dan minimal kita harus tahu apa itu karinding. Karena, konon katanya, karinding itu sudah menjadi koleksi museum di Jepang. Masa jepang tau kita engga? payah kan? Jadi, tetaplah mupusti seni tradisi, karena itu adalah ciri pribadi Sajati

*departemen kajian budaya gentra kaheman 2011, sumber: internet, wikipedia, banyak lah, asal mau nyari. ;;;;)







dan di atas ini adalah 4 bagian cara memainkan karinding

apa itu karinding?



karinding adalah nama alat musik tiup tradisional sunda. Alat ini bisa terbuat dari bambu atau pelepah enau/aren/kawung. Karinding dimainkan dengan cara ditiup sambil dipukul-pukul menggunakan jari dan menghasilkan suara dengan frekuensi rendah dan lemah. Menurut beberapa sumber, karinding dulunya memiliki beberapa fungsi, seperti mengusir hama di lahan pertanian, atau simbol percintaan para remaja, atau simbol kedewasaan. Fungsi karinding sebagai pengusir hama merupakan fungsi yang paling banyak dituliskan di berbagai sumber. Lho kok bisa alat musik ngusir hama?? begini ceritanya: Karinding menghasilkan suara berkarakter low decibel dan juga menghasilkan frekuensi ultrasonik yang tidak bisa didengar oleh manusia. Namun, ternyata suara ini mengganggu wereng, belalang, dan hama-hama di lahan lainnya. Karena merasa terganggu oleh frekuensi ultrasonik ini, maka mereka pun akan pergi meninggalkan lahan. Oleh karena itu, dulunya karinding merupakan alat musik buat iseng-iseng para petani di lahan. Naah, temen-temen kebayang ga tuh jaman dahulu kala masyarakat sunda sudah bisa menciptakan alat musik berfrekuensi ultrasonik yang bisa mengusir serangga. Keren kaan??
Sementara itu, sumber lain menyebutkan karinding juga berfungsi sebagai simbol percintaan, dan simbol kedewasaan. Fungsnding adalah nama alat musik tiup tradisional sunda. Alat ini bisa terbuat dari bambu atau pelepah enau/aren/kawung. Karinding dimainkan dengan cara ditiup sambil dipukul-pukul menggunakan jari dan menghasilkan suara dengan frekuensi rendah dan lemah. Menurut beberapa sumber, karinding dulunya memiliki beberapa fungsi, seperti mengusir hama di lahan pertanian, atau simbol percintaan para remaja, atau simbol kedewasaan. Fungsi karinding sebagai pengusir hama merupakan fungsi yang paling banyak dituliskan di berbagai sumber. Lho kok bisa alat musik ngusir hama?? begini ceritanya: Karinding menghasilkan suara berkarakter low decibel dan juga menghasilkan frekuensi ultrasonik yang tidak bisa didengar oleh manusia. Namun, ternyata suara ini mengganggu wereng, belalang, dan hama-hama di lahan lainnya. Karena merasa terganggu oleh frekuensi ultrasonik ini, maka mereka pun akan pergi meninggalkan lahan. Oleh karena itu, dulunya karinding merupakan alat musik buat iseng-iseng para petani di lahan. Naah, temen-temen kebayang ga tuh jaman dahulu kala masyarakat sunda sudah bisa menciptakan alat musik berfrekuensi ultrasonik yang bisa mengusir serangga. Keren kaan??
Alunan suara yang dihasilkan dari getaran sembilu kawung yang pipih itu mampu merasuk sukma Sekarwati. Akhirnya Kalamanda pun bersanding dengan gadis idamannya itu. Kalamanda menamai alat ciptaannya itu sekenanya saja, yakni Karinding. Wilayah Cineam ketika itu masih berupa rawa-rawa.

Di lingkungan seperti itu, hidup binatang sawah kakarindingan. Masyarakat di sekitar pesawahan menyukai binatang itu karena bentuknya lucu. Tentu saja sang gadis pujaan termasuk yang menyenanginya juga. Dengan spontan, Kalamanda menyebut alat musik yang dibuatnya dengan Karinding. Para pemuda lalu mengikuti jejak Kalamanda.
Naah, itulah tadi sekilas tentang karinding. Gmana? makin tertarik kah teman-teman untuk melestarikan budaya kita? Jangan sampai karinding punah ya, dan minimal kita harus tahu apa itu karinding. Karena, konon katanya, karinding itu sudah menjadi koleksi museum di Jepang. Masa jepang tau kita engga? payah kan? Jadi, tetaplah mupusti seni tradisi, karena itu adalah ciri pribadi Sajati
*departemen kajian budaya gentra kaheman 2011, sumber: internet, wikipedia, banyak lah, asal mau nyari. ;;;;)
 i yang satu ini berasal dari desa Citamiang, Tasikmalaya. Disini, meniup karinding seperti lompat batu di pulau Nias. Mereka yang sudah bisa memainkan karinding dianggap sudah dewasa. Selain itu, konon dulunya karinding juga berfungsi memikat hati wanita. Setiap karinding memiliki frekuensi yang berbeda, dan cara meniup setiap orang pun berbeda. Maka, para wanita dahulu bisa mengenali kedatangan kekasih hatinya dari suara karinding yang ia mainkan. So sweet ya? haha

Di atas sudah dijelaskan bahwa karinding terdiri dari dua jenis, yang terbuat dari pelepah kawung dan bambu. Bedanya apa?? Jadi begini, karinding yang terbuat dari kawung berasal dari daerah Tasikmalaya. Karinding ini juga dinamakan karinding laki-laki, karena memang untuk dimainkan para laki-laki. Bentuknya yang pendek membuat karinding ini mudah diletakkan di wadah tembakau. Sedangkan karinding satu lagi yaitu karinding bambu biasa dimainkan para wanita. Bentuknya yang tajam dan panjang membuatnya mudah ditancapkan di rambut.

Emang asal mulanya karinding itu darimana sih?? Jadi, Berdasarkan Kamus Ensiklopedi Sunda, alat musik tradisional Karinding ternyata lahir karena cinta. Konon, Kalamanda jatuh hati setengah mati kepada seorang putri menak, Sekarwati. Ketika itu, orang tua si remaja putri yang dari kalangan bangsawan memagari ketat anaknya. Mereka dipinggit.

Kalamanda gelisah. Sudah sekian lama ia memendam rasa cintanya kepada Sekarwati. Akhirnya terbetik dalam benaknya membuat alat untuk berkomunikasi. Dari pelepah nira atau kawung, Kalamanda membuat sebuah waditra, yang kini dikenal dengan nama Karinding.

Alunan suara yang dihasilkan dari getaran sembilu kawung yang pipih itu mampu merasuk sukma Sekarwati. Akhirnya Kalamanda pun bersanding dengan gadis idamannya itu. Kalamanda menamai alat ciptaannya itu sekenanya saja, yakni Karinding. Wilayah Cineam ketika itu masih berupa rawa-rawa.

Di lingkungan seperti itu, hidup binatang sawah kakarindingan. Masyarakat di sekitar pesawahan menyukai binatang itu karena bentuknya lucu. Tentu saja sang gadis pujaan termasuk yang menyenanginya juga. Dengan spontan, Kalamanda menyebut alat musik yang dibuatnya dengan Karinding. Para pemuda lalu mengikuti jejak Kalamanda.

Naah, itulah tadi sekilas tentang karinding. Gmana? makin tertarik kah teman-teman untuk melestarikan budaya kita? Jangan sampai karinding punah ya, dan minimal kita harus tahu apa itu karinding. Karena, konon katanya, karinding itu sudah menjadi koleksi museum di Jepang. Masa jepang tau kita engga? payah kan? Jadi, tetaplah mupusti seni tradisi, karena itu adalah ciri pribadi Sajati

*departemen kajian budaya gentra kaheman 2011, sumber: internet, wikipedia, banyak lah, asal mau nyari. ;;;;)